SULTRAWINN.COM, KENDARI – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Tenggara (Sultra) menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) untuk membahas penggusuran lahan masyarakat di Kecamatan Mowila, Kabupaten Konawe Selatan, oleh PT Merbau. Rapat tersebut dipimpin Ketua Komisi I DPRD Sultra, La Isra, dan dihadiri oleh PT Merbau, Badan Pertanahan Nasional (BPN), Camat Mowila, para kepala desa, serta warga terdampak.
Kepala Desa Rakawuta, Andi Odang, mengungkapkan kekesalan masyarakat terhadap penggusuran lahan yang dilakukan tanpa persetujuan pemilik.
“PT Merbau mengklaim telah membeli tanah warga, tetapi faktanya warga tidak pernah melakukan penjualan. Mereka masih memegang sertifikat tanah dan Surat Kepemilikan Tanah (SKT),” jelasnya.
Hal serupa disampaikan Kepala Desa Lambebara, Abidin, yang menambahkan bahwa penggusuran dilakukan dengan alasan tanah tersebut masuk dalam Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan.
“Namun, warga juga memiliki sertifikat dan SKT. Bahkan, banyak lahan yang digusur memiliki tanaman siap panen seperti merica dan durian,” ujarnya.
Sementara itu, Humas PT Merbau, Hari Hasruri, menegaskan bahwa perusahaan telah membeli tanah warga secara sah dengan bukti jual beli.
“Kami melakukan beli putus. Selain itu, jika ada bukti kepemilikan yang ditunjukkan warga, perusahaan siap memberikan ganti rugi,” katanya.
BPN Konawe Selatan, Asrudin, berjanji akan mencocokkan data kepemilikan tanah antara perusahaan dan warga.
“Kami akan mencari data valid agar tidak ada konflik berkepanjangan,” ungkapnya.
Ketua Komisi I DPRD Sultra, La Isra, menyatakan bahwa pihaknya belum bisa memutuskan karena bukti kepemilikan lahan dari kedua belah pihak masih perlu diverifikasi.
“Kami meminta PT Merbau untuk menghentikan penggusuran hingga bukti-bukti kepemilikan lahan dipastikan. RDP berikutnya akan digelar minggu depan untuk membahas hasil inventarisasi,” jelasnya.
La Isra menegaskan pentingnya investasi di Sultra, tetapi menekankan bahwa investasi tidak boleh mengorbankan hak masyarakat.
“DPRD merekomendasikan PT Merbau untuk menyelesaikan masalah ini bersama pemerintah desa dan kecamatan, serta menginventarisir bukti jual beli lahan secara transparan,” tutupnya.
Konflik ini masih menjadi perhatian publik, dan hasil RDP selanjutnya diharapkan dapat memberikan solusi yang adil bagi warga dan perusahaan