SULTRAWINN.COM, JAKARTA – Polemik pelantikan Pejabat Eselon II dan III di Kabupaten Buton Selatan (Busel), Sulawesi Tenggara, kian memanas. Langkah kontroversial mantan Penjabat (Pj) Bupati Ridwan Badalah yang melantik 94 ASN tanpa izin resmi berbuntut panjang. Badan Kepegawaian Negara (BKN) tidak tinggal diam, langsung mengeluarkan peringatan keras hingga akhirnya memblokir data kepegawaian mereka.
Namun, yang mengejutkan, Bupati definitif Buton Selatan, H. Muhammad Adios, justru terkesan mengabaikan perintah BKN. Tak hanya itu, hingga kini belum ada langkah tegas untuk membatalkan pelantikan ilegal tersebut. Sikap acuh ini pun memicu reaksi keras dari berbagai pihak.
Pusat Studi Pemerhati Hukum, Politik & Sosial (POPULIS) mendesak aparat penegak hukum segera turun tangan. Mereka menilai kasus ini bukan sekadar pelanggaran administratif, tetapi berpotensi masuk dalam kategori penyalahgunaan wewenang yang dapat berujung pada tindak pidana.
BKN sebelumnya telah mengeluarkan surat teguran melalui Surat Nomor 2782/R-AK.02.02/SD/K/2025 terkait mutasi yang dinilai menyalahi aturan. Namun, setelah teguran itu tak diindahkan, BKN akhirnya mengambil langkah tegas dengan memblokir data pegawai yang dilantik melalui Surat Nomor 2927/B-AK.02.02/SD/K/2025.
Pemblokiran ini didasarkan pada Pasal 19 ayat (2) huruf c Peraturan Presiden Nomor 116 Tahun 2022 dan Pasal 9 Peraturan BKN Nomor 1 Tahun 2023. Dengan adanya pemblokiran ini, 94 ASN yang dilantik tidak bisa mengakses hak-hak kepegawaiannya, termasuk gaji dan tunjangan.
Ketua POPULIS, Faisal, menegaskan bahwa tindakan Pj Bupati yang melakukan mutasi tanpa izin adalah pelanggaran serius.
“Sesuai Pasal 132A PP No. 49 Tahun 2008, seorang Pj Kepala Daerah dilarang melakukan mutasi kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Mendagri dan pertimbangan teknis dari BKN. Jika BKN sudah mengeluarkan surat teguran dan pemblokiran, ini bisa diartikan bahwa mutasi tersebut ilegal,”ujar Faisal, Jumat (20/3/2025).
Menurutnya, sikap Bupati definitif yang mengabaikan surat teguran dari BKN dapat dikategorikan sebagai tindakan melawan hukum.
Tak hanya itu, POPULIS juga menyoroti potensi pelanggaran pidana dalam kasus ini. Mereka menduga ada unsur penyalahgunaan kewenangan yang berpotensi merugikan negara.
“Jika mengacu pada Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, penyalahgunaan wewenang yang menguntungkan pihak tertentu dan merugikan negara bisa dijerat hukuman hingga 20 tahun penjara. Kami menduga tindakan Bupati Buton Selatan memenuhi unsur-unsur dalam pasal tersebut,” kata Faisal.
POPULIS memastikan akan membawa kasus ini ke ranah hukum. Setelah Lebaran, mereka berencana melaporkan Bupati Buton Selatan ke Mabes Polri dan Kejaksaan Agung agar kasus ini diusut tuntas.
“Kami sudah mengumpulkan alat bukti, termasuk surat teguran dan pemblokiran dari BKN serta SK Mutasi. Jika dalam 7 hari kerja setelah Lebaran Bupati Buton Selatan tidak membatalkan pelantikan ilegal ini, kami akan resmi melaporkannya ke aparat penegak hukum,” tegas Faisal.