PERANTARA Desak Pemerintah Cabut Izin PT SCM, Diduga Jadi Biang Banjir dan Perusak Lingkungan di Konawe

PERANTARA Menggelar Aksi Demonstrasi Depan Kantor Pusat PT Sulawesi Cahaya Mineral (SCM) di Jakarta

SULTRAWINN.COM, JAKARTA – Kantor pusat PT Sulawesi Cahaya Mineral (SCM) di Jakarta digeruduk massa aksi dari Perhimpunan Aktivis Nusantara (Perantara), Senin siang. Aksi ini merupakan bentuk protes atas dampak lingkungan yang diduga kuat disebabkan oleh operasi tambang perusahaan tersebut di Kecamatan Routa, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara.

Koordinator lapangan aksi, Muhammad Rahim, dalam orasinya menyebut bahwa aktivitas pertambangan PT SCM telah merusak ekosistem hulu Sungai Lalindu dan menjadi penyebab utama banjir berulang di jalur strategis Trans Sulawesi, khususnya di Desa Sambandete, Kabupaten Konawe Utara.

“Banjir ini bukan lagi musibah biasa. Ini akibat langsung dari kerusakan lingkungan yang ditimbulkan tambang PT SCM. Akibatnya, warga terpaksa menyeberang menggunakan perahu kecil dengan biaya mencapai Rp800 ribu sekali jalan. Ini tidak manusiawi,” tegas Rahim.

Perantara menyoroti adanya indikasi kerusakan lingkungan yang serius, mulai dari penimbunan rawa, pembukaan kawasan hutan, hingga terganggunya habitat satwa liar endemik seperti anoa. Aktivitas ini dinilai telah memperparah kerentanan wilayah terhadap bencana banjir bandang yang mengancam keselamatan dan aksesibilitas masyarakat.

Dalam pernyataannya, Rahim juga menuding lemahnya pengawasan dari aparat penegak hukum dan pemerintah daerah, yang dinilai membiarkan PT SCM beroperasi tanpa kontrol publik yang memadai.

“PT SCM seperti kebal hukum. Beroperasi secara eksklusif dan tertutup, tanpa pertanggungjawaban terhadap dampak sosial dan ekologis,” tambahnya.

PT SCM sendiri diketahui memiliki konsesi pertambangan seluas 21.100 hektare. Namun, Perantara menduga sebagian pembukaan lahannya melibatkan praktik perambahan hutan secara ilegal.

Atas dasar itu, Perantara menyatakan akan melaporkan dugaan pelanggaran lingkungan ini ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Mereka menuntut pencabutan izin lingkungan, audit menyeluruh terhadap dokumen AMDAL, serta penjatuhan sanksi administratif sesuai dengan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Selain itu, mereka juga mendesak Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk meninjau ulang bahkan mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT SCM. Perantara menekankan pentingnya penegakan hukum atas pelanggaran izin tambang, sebagaimana diatur dalam UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

“Sudah saatnya negara hadir dan tidak tunduk pada kepentingan korporasi. Kami tidak akan berhenti sampai ada tindakan nyata dari KLHK dan ESDM,” ujar Rahim lantang.

Tidak hanya di Sambandete, Perantara juga mengungkap dampak lingkungan lain berupa luapan Sungai Lalindu yang menghantam Desa Padalere Utama, Kecamatan Wiwirano. Banjir bandang di wilayah itu nyaris menghancurkan jembatan gantung satu-satunya yang menjadi akses vital masyarakat.

Sebagai penutup, Perantara menyerukan investigasi menyeluruh oleh pemerintah pusat dan daerah terhadap aktivitas PT SCM. Mereka menegaskan bahwa keselamatan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat Sulawesi Tenggara harus menjadi prioritas, bukan dikorbankan demi eksploitasi sumber daya alam.

“Kalau negara tidak segera bertindak, maka yang terjadi berikutnya adalah bencana yang lebih besar. Dan ketika itu terjadi, kita tahu siapa yang harus bertanggung jawab,” pungkasnya.