SULTRAWINN.COM, BOMBANA – Perseteruan terkait tunggakan pembayaran kontrak lahan oleh PT Panca Logam Makmur (PLM) dengan para ahli waris tanah adat di Bombana memanas. Mediasi yang digelar Pemda Bombana di Kantor Bupati Bombana, Selasa (24/6/2025), berakhir buntu setelah pihak perusahaan memilih meninggalkan ruangan, diduga untuk menghindar dari tanggung jawab.
Konflik ini bermula dari tunggakan pembayaran kontrak lahan di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT PLM yang belum juga diselesaikan kepada para ahli waris. Perjanjian pembayaran itu diteken pada tahun 2009 oleh pihak perusahaan bersama Raja Moronene Rumbia yang saat itu dijabat oleh Dawondu Munara. Kesepakatan perjanjian itu juga disaksikan oleh seluruh pemangku kebijakan daerah.
Namun, pihak ahli waris mengungkapkan bahwa pembayaran dari PT PLM mandek sejak Oktober 2021. Bahkan, pembayaran yang diterima bervariasi, bahkan pihak ahli waris menerima rp2,5 juta perbulan ddari nilai kontrak yang seharusnya Rp250 juta per bulan.
“Pada dasarnya yang dibayarkan perusahaan bervariasi, tidak pernah dibayar sesuai kontrak. Padahal sesuai kesepakatan awal, nilai kontrak per bulan sebesar Rp250 juta. Bahkan, kami memberi keringanan menjadi Rp100 juta per bulan, tetapi tetap tidak mampu juga dibayarkan,” tegas Alfian Pimpie, selaku perwakilan ahli waris tanah adat.
PT PLM juga disebut mengirimkan surat keberatan yang salah satu poinnya tidak mengakui keberadaan perjanjian tahun 2009. Sikap ini dianggap Pemda Bombana sebagai langkah mangkir dari tanggung jawab yang telah disepakati bersama.
Wakil Bupati Bombana, Ahmad Yani mengecam sikap walkout pihak perusahaan dari ruang mediasi dan menekankan bahwa kesepakatan yang pernah ditandatangani tidak dapat diingkari sepihak.
“Walkout memang hak mereka, tetapi itu tidak menyelesaikan masalah. Pemda Bombana tetap akan memanggil kembali pihak perusahaan untuk bermediasi dan memenuhi kewajibannya. Kesepakatan yang pernah ditandatangani harus diselesaikan. Tidak bisa pihak perusahaan berdalih tidak mengakui perjanjian itu, padahal sebelumnya mereka sudah memberikan kompensasi,” tegasnya.
Ahmad Yani juga mengingatkan agar persoalan ini tidak memicu perpecahan di kalangan masyarakat adat.
“Kami imbau semua pihak agar kembali bersatu. Jangan sampai masuknya perusahaan membuat kita tercerai-berai. Dahulu tidak ada kepentingan yang membuat perpecahan, tetapi hari ini, permasalahan muncul akibat konflik kepentingan terkait lahan,” tandasnya.