SULTRAWINN.COM, BOMBANA – Dalam upaya menjaga keutuhan adat dan memperkuat legitimasi kepemimpinan tradisional, Perangkat Kerajaan Moronene Keuwia-Rumbia menggelar Musyawarah Besar (Mubes) pada Selasa, 10 Juni 2025.
Musyawarah besar berlangsung khidmat di Rumah Adat Moronene Rumbia (Raha Mpu’u), Kelurahan Taubonto, Kecamatan Rarowatu, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara (Sultra), itu menjadi penegas komitmen masyarakat adat Moronene untuk menjaga warisan leluhur di tengah gejolak internal yang memanas.
Musyawarah Besar tersebut dihadiri langsung oleh Raja Moronene-Pauno Rumbia VII, PYM Apua Mokole Alfian Pimpie, serta sejumlah tokoh adat lintas wilayah Moronene seperti Raja Moronene Poleang, sesepuh kerajaan, para Mokole Penyangga (Tukono Wonua), Bonto, Mokole Pa’aluma, Kapitalao, Tobu, Sara Ea, Tolea, Limbo, hingga Tamalaki.
Dari pertemuan adat yang berlangsung dalam suasana penuh kebijaksanaan itu, lahir lima kesepakatan penting yang menjadi pijakan hukum adat ke depan:
Pertama, Lembaga Adat Kerajaan Moronene Keuwia (LAKM-Keuwia) dinyatakan sebagai lembaga adat yang sah. Legalitasnya diperkuat melalui Akta Notaris Nomor 06 tanggal 23 Oktober 2017. Penegasan ini penting di tengah klaim-klaim sepihak yang berpotensi mengaburkan struktur adat.
Kedua, ditegaskan bahwa Lembaga Adat Moronene (LAM) bukan bagian dari LAKM-Keuwia. Keputusan ini diambil untuk memperjelas struktur organisasi adat dan menghindari tumpang tindih kewenangan yang dapat menimbulkan konflik internal.
Ketiga, seluruh perangkat adat menyatakan penolakan tegas terhadap segala bentuk upaya perpecahan dalam keluarga besar Moronene.
“Kami tidak menghendaki perpecahan. Adat adalah pemersatu, bukan pemecah,” tegas Mokole Gufron Kapita saat membacakan hasil musyawarah.
Keempat, musyawarah menetapkan bahwa Raja Moronene-Pauno Rumbia hanya dapat diganti atas tiga alasan: wafat, terbukti melakukan tindakan amoral, atau mengundurkan diri karena alasan fisik dan rohani yang sah. Dengan demikian, mekanisme suksesi kepemimpinan dijaga agar tetap sesuai dengan nilai-nilai adat yang telah turun-temurun dijunjung tinggi.
Kelima, Musyawarah Besar secara resmi mengukuhkan bahwa PYM. Apua Mokole Alfian Pimpie adalah Raja Moronene Keuwia-Rumbia yang sah.
“Keputusan ini tidak hanya sah secara adat, tetapi juga mengikat secara struktural bagi seluruh komponen masyarakat adat Moronene,” imbuh Mokole Gufron.
Mubes Kerajaan Moronene Keuwia-Rumbia ini menandai satu langkah besar dalam merawat kearifan lokal dan mempertahankan eksistensi adat di tengah perubahan zaman. Keputusan yang diambil mencerminkan kedewasaan masyarakat adat dalam menyelesaikan persoalan internal tanpa mengorbankan nilai-nilai persaudaraan.
“Adat bukan sekadar simbol, ia adalah roh dalam kehidupan kami. Dan roh itu tidak boleh dipermainkan oleh kepentingan pribadi atau kelompok,” tutup Mokole Gufron Kapita
Isu tentang pencopotan Raja Moronene Keuwia-Rumbia yang sempat mencuat ke publik pun mendapat respons tegas. PYM Apua Mokole Alfian Pimpie, yang disebut-sebut akan digantikan oleh kelompok tertentu, menyatakan bahwa wacana tersebut tidak memiliki dasar dalam hukum adat Moronene.
“Setelah mengikuti musyawarah besar ini, saya tegaskan bahwa segala bentuk pencopotan yang tidak melalui mekanisme adat yang sah adalah inkonstitusional secara adat. Itu mencederai warisan leluhur kami,” ungkapnya.
Ia pun menuding keputusan LAM yang diketuai oleh Yunus N.L tidak memiliki dasar adat dan tidak dapat dibenarkan.
“Kami, para Mokole dan perangkat adat, tidak mengakui keputusan tersebut karena tidak melalui proses musyawarah dan tidak mewakili suara keluarga besar Moronene,” tegasnya.
Perlu diketahui tambahnya bahwa satu-satunya Raja Moronene-Pauno Rumbia VII yang diakui secara sah adalah PYM Apua Mokole Alfian Pimpie.
“Pengangkatan dan penobatan raja bukan persoalan administratif semata. Itu adalah keputusan sakral yang harus didasari oleh adat, legitimasi masyarakat adat, dan restu para sesepuh. Dan sejauh ini, hanya saya (Mokole Alfian Pimpie, red) yang memenuhi semua syarat itu,” tandasnya.