SULTRAWINN.COM, KENDARI – Kasus dugaan korupsi pertambangan di Kabupaten Kolaka Utara (Kolut), Sulawesi Tenggara, terus berkembang. Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra telah menetapkan lima tersangka dari berbagai unsur perusahaan besar. Namun, desakan agar penegakan hukum juga menyasar aktor tambang ilegal semakin menguat.
Kelima tersangka yang telah ditetapkan yaitu MM dan MLY selaku Direktur Utama dan Kuasa Direktur PT Alam Mitra Indah Nugraha (AMIN), ES sebagai Direktur PT Bangun Praja Bersama (BPB), SPI yang menjabat Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KUPP) Kelas III Kolaka, serta HH yang merupakan salah satu pemegang saham PT KMR.
Meski demikian, Jaringan Advokasi Tambang Indonesia (JATI) Wilayah Sultra menilai upaya Kejati belum menyentuh akar persoalan. Direktur Eksekutif JATI, Enggi Indra Saputra, menyebutkan bahwa ada sejumlah oknum pengusaha tambang yang diduga kuat turut terlibat, namun belum tersentuh hukum.
“Kami mencatat ada tiga nama pelaku usaha tambang, yaitu MD, DI, dan TR. Yang terakhir bahkan pernah menjadi calon Wakil Bupati Kolut. Mereka diduga kuat terlibat dalam praktik tambang ilegal dan menggunakan jasa perusahaan-perusahaan yang kini menjadi tersangka,” ujar Enggi dalam pernyataan tertulis, Jumat (9/5/2025).
Menurut JATI, para oknum tersebut beroperasi di wilayah Tanjung Berlian, eks area PT PCM, dengan modus menggunakan dokumen perusahaan legal seperti PT AMIN dan terminal khusus (tersus) milik PT KMR. Praktik ini dianggap sebagai bagian dari jaringan korupsi pertambangan yang terstruktur dan merugikan negara.
“Jangan sampai penegakan hukum hanya setengah hati. Penambang ilegal yang menggunakan dokumen PT AMIN juga harus diusut. Kalau tidak, publik bisa menilai bahwa hukum berlaku tebang pilih,” tegas Enggi.
Ia menekankan bahwa ketiga pengusaha tersebut bukan sekadar pengguna jasa, melainkan bagian dari mata rantai korupsi yang telah berlangsung lama dan bersembunyi di balik legalitas semu.
Dugaan keterlibatan tokoh-tokoh lokal ini pun memunculkan pertanyaan besar di masyarakat: apakah penegakan hukum benar-benar independen, atau masih ada nama-nama besar yang luput karena faktor politik dan kekuasaan?
Dengan potensi kerugian negara yang ditaksir mencapai miliaran rupiah serta dampak lingkungan yang serius, kasus ini menjadi ujian serius bagi Kejati Sultra dalam menegakkan hukum secara menyeluruh dan adil.
“Jika Kejati Sultra ingin mengembalikan kepercayaan publik, maka tidak ada pilihan lain selain membuka semua lapisan keterlibatan, termasuk mereka yang selama ini bersembunyi di balik baju tambang rakyat,” tutup Enggi.