SULTRAWINN.COM, KENDARI – Konsorsium Mahasiswa (Korum) Sultra, yang terdiri dari Aliansi Masyarakat Pemerhati Lingkungan dan Kehutanan (AMPLK) Sultra, Jaringan Demokrasi Rakyat (Jangkar), dan Amara Sultra, menggelar aksi unjuk rasa terkait dugaan pencemaran lingkungan oleh PT Tambang Bumi Sulawesi (TBS) di Blok Watalara, Desa Pu’ununu, Kecamatan Kabaena Selatan, Kabupaten Bombana.
Aksi yang digelar pada Kamis, 16 Januari 2025, ini diikuti dengan pelaporan ke sejumlah pihak berwenang, termasuk Polda Sultra, Inspektur Tambang Sultra, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sultra, Pos Gakkum KLHK Kendari, dan DPRD Sultra.
Jenderal Lapangan Korum Sultra, Malik Bottom, menuding PT TBS tidak menjalankan tanggung jawab sosialnya kepada masyarakat. Menurutnya, kejadian pencemaran lingkungan sudah berulang kali terjadi.
“Pada Rabu, 8 Januari 2025, luapan lumpur akibat aktivitas tambang menyebabkan sungai dan pesisir pantai berubah kecokelatan. Perusahaan kemudian melakukan pengerukan untuk menutupi dampaknya. Ini hanya akal-akalan perusahaan,” tegas Malik, mahasiswa ekonomi di salah satu kampus Sultra.
Ibrahim, Ketua AMPLK Sultra, menambahkan bahwa dugaan pencemaran tersebut merugikan masyarakat, terutama petani dan nelayan. Ia juga menyoroti potensi pelanggaran terhadap regulasi, seperti Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 113 Tahun 2003 dan Peraturan Menteri LHK Nomor 5 Tahun 2022.
“Kami menduga PT TBS tidak memiliki kolam endapan atau sediment pond. Akibatnya, lumpur langsung mengalir ke sungai dan pesisir saat hujan deras,” ungkap Ibrahim.
Panit 2 Tipidter Ditreskrimsus Polda Sultra, IPDA Haris, menyatakan kesiapannya untuk menindaklanjuti laporan tersebut.
“Silakan buat aduan resmi. Kami akan proses sesuai prosedur,” ujarnya.
Inspektur Tambang Sultra, Syahril, memastikan pihaknya akan melakukan klarifikasi dengan berbagai pihak dan meninjau lokasi tambang jika diperlukan.
DLH Sultra dan Pos Gakkum KLHK Kendari juga berjanji akan menindaklanjuti laporan. Namun, DLH Sultra menegaskan bahwa izin lingkungan PT TBS berada di bawah kewenangan DLH Kabupaten Bombana, sehingga koordinasi lebih lanjut akan dilakukan.
Menanggapi aksi dan laporan tersebut, Humas PT TBS, Nindra, membantah tuduhan pencemaran lingkungan. Ia menegaskan bahwa foto-foto yang beredar bukanlah bukti pencemaran, melainkan dampak curah hujan tinggi.
“Itu bukan banjir akibat aktivitas tambang kami. Foto-foto yang beredar sudah lama, dan saat itu kegiatan tambang kami sedang berhenti,” kata Nindra.
Para pengunjuk rasa menuntut sidang dengar pendapat (RDP) bersama DPRD Sultra. Namun, staf sekretariat DPRD Sultra menyarankan untuk menjadwalkan ulang karena anggota DPRD sedang bertugas di luar daerah.
Aksi ini menjadi peringatan bahwa permasalahan lingkungan akibat aktivitas pertambangan masih menjadi isu serius di Sulawesi Tenggara. Semua pihak kini menantikan langkah tegas pemerintah dan penegak hukum untuk menyelesaikan masalah ini.