SULTRAWINN.COM, KENDARI – Tim pemenangan pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Tenggara, Andi Sumangerukka dan Hugua (ASR-Hugua), resmi melaporkan mantan Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam, ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Gakkumdu. Laporan ini terkait dugaan pelanggaran kampanye yang mengandung unsur ujaran kebencian dan isu SARA, serta dianggap berpotensi merusak tatanan demokrasi dalam Pilkada 2024.
Insiden ini bermula dari orasi politik Nur Alam pada 23 Oktober 2024 di Villa Puncak, Desa Kahianga, Kecamatan Tomia Timur, Kabupaten Wakatobi. Dalam pidatonya, Nur Alam diduga menyampaikan sindiran kepada Ketua Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS) Sultra, yang juga menjadi calon gubernur, Andi Sumangerukka.
Pernyataan tersebut dianggap sebagai ujaran kebencian dan berpotensi memecah belah masyarakat mengingat adanya sentimen SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan) di dalamnya.
Andi Ashar, anggota tim pemenangan ASR-Hugua, menegaskan bahwa pernyataan tersebut bukan hanya menyerang pribadi Andi Sumangerukka, tetapi juga berisiko memicu sentimen negatif di masyarakat.
“Pernyataan Nur Alam sudah melampaui batas kampanye sehat, bahkan masuk dalam kategori kebencian dan SARA,” ujar Andi Ashar, Jumat (25/10/2024).
Lebih lanjut, Andi Ashar mengungkapkan adanya kejanggalan dalam pelaksanaan kegiatan tersebut. Berdasarkan zonasi kampanye yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU), tim kampanye pasangan nomor urut 4, Tina Nur Alam, seharusnya melaksanakan kampanye di Kabupaten Konawe Selatan pada hari yang sama. Namun, kegiatan kampanye juga dilaksanakan di Kecamatan Tomia Timur dan dihadiri oleh Ketua DPC Partai Golkar, Haji Arhawi. Hal ini menimbulkan pertanyaan terkait kepatuhan tim kampanye terhadap aturan zonasi yang ditetapkan KPU.
Laporan ini mengacu pada dugaan pelanggaran serius terhadap Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015, yang terakhir kali diubah melalui Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016. Pasal 69 dari undang-undang tersebut melarang penghinaan terhadap individu atau golongan tertentu, termasuk gubernur, wakil gubernur, dan partai politik, sedangkan Pasal 187 mengatur sanksi pidana bagi pelanggaran kampanye.
Sofyan, anggota tim lainnya, menegaskan bahwa laporan ini mencakup dugaan kampanye hitam atau “black campaign.”
“Kampanye seharusnya menjadi ruang untuk menyampaikan visi dan misi, bukan untuk menyerang lawan politik secara personal,” tegas Sofyan.
Tim ASR-Hugua berharap Bawaslu segera memproses laporan ini untuk memastikan pemilu yang adil dan transparan.
“Kami percaya setiap tindakan yang melanggar aturan kampanye harus mendapatkan sanksi tegas untuk menjaga kualitas demokrasi di Sultra,” tambah Andi Ashar.
Bawaslu Sulawesi Tenggara dikabarkan sedang melakukan investigasi awal terkait laporan ini. Langkah-langkah yang diperlukan diharapkan segera diambil untuk menegakkan aturan kampanye dan memastikan tidak ada lagi pelanggaran serupa di masa mendatang.