DPRD Sultra Minta BPRS Investigasi Dugaan Dobel Klaim di RSU Hermina Kendari

Kuasa hukum pasien, Andri Darmawan (Putih)

SULTRAWINN.COM, KENDARI – Komisi IV DPRD Sulawesi Tenggara (Sultra) menggelar rapat dengar pendapat (RDP) terkait dugaan praktik dobel klaim jaminan kesehatan pasien oleh Rumah Sakit Umum (RSU) Hermina Kendari, Selasa (9/9/2025). Rapat dimulai pukul 10.00 Wita dan dihadiri sejumlah pihak, mulai dari korban dan kuasa hukumnya, manajemen RSU Hermina, BPJS Kesehatan Kendari, hingga Badan Pengawas Rumah Sakit (BPRS).

Kasus ini mencuat setelah Ahmad Ariansyah, suami pasien, melaporkan bahwa istrinya tidak mendapat pelayanan optimal saat berstatus pasien BPJS Kesehatan. Karena kondisi mendesak, ia memilih mengalihkannya ke jalur umum dengan membayar biaya pribadi. Namun, belakangan ia menduga adanya klaim ganda oleh pihak rumah sakit.

Perwakilan Aliansi Suara Rakyat (ASR), La Munduru, menilai kasus tersebut harus menjadi perhatian serius.

“Kejadian ini bisa saja sudah lama berlangsung dan tidak menutup kemungkinan terjadi di rumah sakit lain di Sultra. Kami mendesak DPRD membentuk pansus untuk mengusut masalah ini,” tegasnya.

Kuasa hukum pasien, Andri Darmawan, juga menyoroti kejanggalan administrasi RSU Hermina. Menurutnya, perubahan status pasien dari BPJS ke umum tidak langsung tercatat dalam sistem, sehingga menimbulkan potensi klaim ganda.

“Kalau suami pasien tidak teliti, klaim itu bisa saja sudah cair. RSU Hermina tidak bisa beralasan hanya karena miskomunikasi pegawai,” ujarnya.

Sementara itu, manajemen RSU Hermina melalui Nining membantah adanya klaim ganda.

“Kami tidak pernah melakukan klaim atas nama pasien tersebut. Statusnya sudah umum, sehingga tidak ada data klaim di BPJS,” jelasnya.

Hal senada juga ditegaskan Kepala BPJS Kesehatan Cabang Kendari, Rinaldi Wibisono, yang memastikan tidak ada klaim tercatat dalam sistem mereka.

Ketua Komisi IV DPRD Sultra, Andi Saenuddin, menutup RDP dengan merekomendasikan investigasi.

“Kami meminta Dinas Kesehatan Sultra bersama BPRS melakukan investigasi selama 14 hari ke depan untuk memastikan ada atau tidaknya penyalahgunaan jaminan kesehatan,” pungkasnya.