SULTRAWINN.COM, KABAENA – Pulau Kabaena, yang terkenal dengan keindahan alam dan potensi pertaniannya, kini menghadapi masalah serius akibat aktivitas pertambangan yang diduga mengabaikan kaidah pertambangan yang baik.
Laporan dari Satya Bumi, sebuah organisasi lingkungan, mengungkapkan bahwa 10 perusahaan tambang di pulau ini, termasuk PT Tekonindo, terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan kerusakan lingkungan, meninggalkan jejak duka bagi masyarakat lokal, terutama para petani.
Yusmin, salah seorang petani di Desa Pongkalaero, Kecamatan Kabaena Selatan, menyaksikan langsung dampak dari kerusakan ini.
“Tanaman jambu mete dan kelapa saya sudah tak produktif lagi. Sebagian besar bahkan mati setelah lahan saya terendam lumpur tambang,” ungkap Yusmin.
Banjir lumpur yang terjadi pada tahun 2021, menurutnya, berasal dari aktivitas tambang nikel PT Tekonindo yang tak mengindahkan aspek lingkungan.
Bukan hanya Yusmin, banyak petani lain di Kabaena yang merasakan hal serupa. Mereka menuding perusahaan tambang tidak memperhatikan kaidah lingkungan dalam proses penambangan, seperti tidak mengelola top soil dengan baik dan membuang material dekat dengan daerah aliran sungai, ketika hujan deras, banjir lumpur menghantam lahan pertanian mereka.
Lembaga Advokasi Kebijakan Publik (LAPAK) ikut bersuara, mengecam tindakan PT Tekonindo.
“Perusahaan harus segera bertanggung jawab dan memberikan ganti rugi kepada petani,” tegas Pemrin, Pimpinan LAPAK.
Ia juga mengancam akan melakukan aksi besar-besaran jika perusahaan tidak segera menanggapi tuntutan para petani.
Sejauh ini, PT Tekonindo belum memberikan tanggapan resmi terkait tuntutan tersebut, sementara masyarakat Kabaena masih terus berharap keadilan dan perbaikan lingkungan yang telah rusak.