SULTRAWINN.COM, KENDARI – Persaingan memperebutkan kursi Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) kian memanas. Proses pengangkatan pejabat eselon II yang semula melalui tahapan assessment kini tak lagi berlaku. Hal ini memunculkan dugaan adanya praktik “jalur khusus” yang melibatkan keluarga dekat, staf khusus , staf ahli, hingga lingkaran terdekat Menteri Agama, Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, MA.
Ketua Asosiasi Pegiat Hukum dan Investasi Indonesia, Gamsir, menyoroti keras fenomena tersebut. Menurutnya, sejumlah kandidat yang tengah bersaing justru memanfaatkan hubungan kekeluargaan dan kedekatan personal dengan pejabat tinggi Kemenag.
“Situasi ini jelas tidak mencerminkan prinsip good governance. Bahkan bertolak belakang dengan agenda besar pemerintahan Prabowo–Gibran dalam mewujudkan reformasi birokrasi, politik, dan hukum,” tegas Gamsir, Senin (22/9/2025).
Di Sulawesi Tenggara, dua kandidat Kakanwil Kemenag disebut-sebut aktif melobi kerabat Menteri Agama. Tidak hanya memanfaatkan jaringan keluarga, mereka juga dikabarkan “bermain” melalui jalur staf khusus dan staf ahli.
Bahkan, salah satu kandidat disinyalir masih memiliki hubungan keluarga langsung dengan Menag melalui jalur istri. Praktik seperti ini, menurut sumber di internal Kemenag, berpotensi menimbulkan konflik kepentingan serta memperkuat budaya kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN) di lingkungan birokrasi.
Ketegangan persaingan ini semakin menguat saat Nasaruddin Umar berkunjung ke Sultra pada akhir Agustus 2025. Dalam kunjungan tersebut, Menag menerima hibah lahan untuk pembangunan kampus B IAIN Kendari dari Pemkab Buton Tengah, serta tambahan hibah tanah untuk Pondok Pesantren Al Ikhlas, yayasan yang dipimpinnya.
Publik pun mempertanyakan, apakah momentum hibah tanah ini ada kaitannya dengan rencana rotasi jabatan eselon II, khususnya posisi Kakanwil Kemenag Sultra.
Di Sulawesi Tenggara, dua kandidat Kakanwil Kemenag disebut-sebut aktif melobi kerabat Menteri Agama. Tidak hanya memanfaatkan jaringan keluarga, mereka juga dikabarkan “bermain” melalui jalur staf khusus dan staf ahli.
Bahkan, salah satu kandidat disinyalir masih memiliki hubungan keluarga langsung dengan Menag melalui jalur istri. Praktik seperti ini, menurut sumber di internal Kemenag, berpotensi menimbulkan konflik kepentingan serta memperkuat budaya kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN) di lingkungan birokrasi.
Ketegangan persaingan ini semakin menguat saat Nasaruddin Umar berkunjung ke Sultra pada akhir Agustus 2025. Dalam kunjungan tersebut, Menag menerima hibah lahan untuk pembangunan kampus B IAIN Kendari dari Pemkab Buton Tengah, serta tambahan hibah tanah untuk Pondok Pesantren Al Ikhlas, yayasan yang dipimpinnya.
Publik pun mempertanyakan, apakah momentum hibah tanah ini ada kaitannya dengan rencana rotasi jabatan eselon II, khususnya posisi Kakanwil Kemenag Sultra.
“Kalau praktik-praktik seperti ini dibiarkan, maka reformasi birokrasi di Kemenag hanya jadi slogan kosong. Justru akan makin sulit mewujudkan lembaga yang bersih, profesional, dan bebas dari intervensi keluarga maupun kelompok tertentu,” pungkas Gamsir.
Berdasarkan informasi resmi di Kemenag, dua pejabat eselon III saat ini menjadi kandidat kuat untuk menduduki kursi Kakanwil Sultra:
• H. Mansur, S.Pd, MA, Kepala Kantor Kemenag Kota Baubau, Sultra.
• Dr. H. Muhammad, S.Ag, M.Ag, Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.